ANALISIS KEBIJAKAN BIDANG SOSIAL BUDAYA:
PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SITUS PEKABARAN INJIL PULAU MANSINAM MENUJU KAWASAN WISATA RELIGI
RINGKASAN EKSEKUTIF (Executive Summary)
Pembangunan spiritual di Tanah Papua tidak terlepas dari eksistensi Pulau Mansinam sebagai pulau sejarah dan peradaban bagi orang Papua secara lintas generasi. Pulau Mansinam dianggap sebagai tempat bersejarah, awal dimulainya Peradaban bagi orang Papua, yang harus dijaga dan dikenang sepanjang masa.
Pulau Mansinam adalah tempat pendaratan pertama Injil di Tanah Papua yang di bawa oleh dua Misionaris asal Belanda dan Jerman yaitu Carl Wiliam Ottow dan Johan Goltlob Geissler atau lebih dikenal dengan nama: “ OTTOW DAN GEISLLER“. Dari cerita sejarah dan informasi tersebut, maka Pemerintah Pusat melalui Instruksi Presiden mulai melakukan pembangunan situs Pekabaran Injil dan fasilitas pendukung infrastruktur lainnya, seperti Jalan dan Jembatan, serta fasilitas pelayanan umum di bidang kesehatan, pendidikan, dan perumahan bagi warga masyarakat di Pulau Mansinam. Termasuk sarana pendukung seperti listrik yang mana saat ini sudah menyala 24 jam di Pulau Mansinam. Namun, seiring berjalan waktu, pembangunan infrastruktur yang diharapkan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal belum bisa berdampak nyata.
Namun demikian setelah diresmikan pada tanggal 24 agustus 2014 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono banyak fasilitas mulai rusak dan secara keseluruhan ase-aset tersebut tidak terurus dengan baik. Jangan sampai aset yang dibangun dengan uang rakyat bernilai ratusan milyar rupiah tersebut menjadi mubasir karena berbagai alasan.
Menyikapi kondisi tersebut, maka Balitbangda Provinsi Papua Barat mengkaji akar permasalahan yang menyebabkan tidak terawatnya aset negara tersebut. Kajian ini menemukan bahwa stakeholder yang memiliki kepentingan, pengaruh dan legitimasi dalam pengembangan dan pengelolaan Situs PI Pulau Mansinam sebanyak 25 pihak. Sinode GKI di Tanah Papua, Badan Pengelola Situs Mansinam Obyek Sejarah Injil Tanah Papua, dan Pemerintah Provinsi Papua Barat (Setda), dan Masyarakat Adat Suku Doreri adalah parapihak dengan kekuatan besar, kepentingan tinggi, dan memiliki legitimasi tinggi sehinggad dikategorikan dominan (PIL). Terdapat 6 (enam) organisasi perangkat daerah (OPD) di Papua Barat maupun Kabupaten Manokwari yang masuk dalam kategori bertenaga (PI) karena memiliki kekuatan tinggi, kepentingan tinggi tetapi lemah dalam hal legitimasi. Sedangkan parapihak yang berpengaruh (PL) sebanyak 6 (enam) OPD. Pihak-pihak yang masuk kategori dorman (P) yakni memiliki power sangat kuat, kepentingan tidak terpengaruh, dan klaim tidak diakui sebanyak 4 OPD dan 1 lembaga perbankan. Universitas Papua sebagai lembaga pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat berposisi sebagai pihak yang berperhatian (L) terhadap Situs PI Pulau Mansinam karena memiliki kekuatan yang kecil, pengaruh kecil dan lemah dalam legitimasi.
Berdasarkan pertimbangan tugas pokok dan fungsinya yang terkait langsung dengan pengembangan dan pengelolaan Situs PI Pulau Mansinam disarankan untuk Sinode GKI di Tanah Papua dan pemerintah Provinsi Papua Barat dapat berperan sebagai Leader secara simultan untuk melakukan koordinasi, fasilitastor dan regulator dalam pengembangan dan pengelolaan situs. Terdapat 11 lembaga atau OPD yang berpartisipasi dalam proses perecanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan. Bentuk partsipasi terjadi dalam bentuk desain teknis dan non teknis, dukungan finansial, menyediakan tenaga kerja, menjamin keamanan dan kenyamana bekerja serta ijin pelaksanaan.
Hasil evaluasi dampak sebelum dan sesudah kegiatan pembangunan situs menunjukan bahwa masih terdapat sejumlah fasilitas yang belum sempat dibangun, dan fasilitas ini memiliki peran strategis secara sosial budaya. Dari sisi ekonomi masyarakat Mansinam menilai bahwa sesudah adanya proyek terjadi tambahan penerimaan baru bagi keluarga. Seperti bekerja sebagai tenaga buruh, tukang, ojek, pembersih situs dan lain-lain. Namun demikian penerimaan tersebut tidak kontinyu karena tambahan penerimaan itu hanya ada saat proyek berjalan sehingga tidak memberi dampak berkelanjutan. Dari aspek sosial budaya masyarakat mengalami perubahan pola hidup dari yang dulunya tidak berdagang sekarang bisa berdagang, dari yang tidak tahu mengelola jasa pariwisata menjadi tahu mengelola jasa pariwisata sekalipun berskala kecil.
Kelemahan lain yang muncul dari para pengunjung adalah masalah kinerja dan layanan situs, dimana lebih dari 50% merasa tidak puas dengan kinerja dan layanan yang tersedia karena fasilitas tidak bisa diakses dan banyak yang telah rusak. Semua kelemahan tersebut setelah dipetakan dalam matrik kekuatan, kepentingan, dan legitimasi diketahui bahwa ada 4 pihak yang dominan yakni Sinode GKI, Pemerintah provinsi Papua Barat, Masyarakat adat Suku Doreri di Pulau Mansinam dan Badan Pengelola Situs Mansinam. Dalam implementasi keempat aktor kunci ini juga mengalami kendala dalam hal koordinasi dan melaksanakan tugas-tugas masing-masing dalam pengelolaan sutus sehingga dari analisis gap kebijakan diketahui bahwa terdapat dua masalah substansial yang menghambat jalannya tugas-tugas keempat pihak dominan tersebut. Kedua masalah substansial tersebut adalah kelembagaan dan partisipasi. Dengan mengacu pada dua akar masalah tersebut ditemukan 6 gejala/simpton dari aspek kelembaagaan dan 11 gejala/simpton dari aspek partisipasi. Akar permasalahan tersebut melahirkan rekomendasi kebijakan sebanyak 14 butir yang didalamnya terdapat 57 rencana aksi yang telah ditandatangani oleh 9 keret yang mendiami Pulau Mansinam dan Sekda Provinsi Papua Barat serta kepala Balitbangda Provinsi Papua Barat menjadi sebuah konstruksi kebijakan baru yang akan dilaksanaka ke depan.
REKOMENDASI
- Perbaikan tata hubungan kerja antara Badan Pengelola, Pemerintah, Sinode dan Masyarakat Adat Suku Doreri di Pulau Mansinam untuk menentukan penanggung jawab/pengelola situs pekabaran injil di pulau Mansinam
- Mendorong Penyusunan Rancangan Peraturan daerah Provinsi (Perdasi)dan/atau Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Tentang Pengelolaan Situs Pulau Mansinam
- Perbaikan dan pemeliharaan berkelanjutan setiap fasilitas menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota Se-Tanah Papua
- Pemberdayaan sumberdaya manusia sesuai dengan kompetensinya dan peningkatan kapasitas dengan lebih mengutamakan Orang Asli Papua khususnya masyarakat adat Suku Doreri di Pulau Mansinam.
Link Download Full LHP