SI TERINDAH
Sistem Informasi Data Riset & Inovasi Daerah

ANALISIS DAMPAK PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DAN PARIWISATA TERHADAP PENDAPATAN ORANG ASLI PAPUA

RINGKASAN EKSEKUTIF (Executive Summary)

 

Provinsi Papua Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang secara geografis memiliki banyak kawasan lindung. Kawasan lindung yang dimaksud terdiri dari kawasan lindung dan kawasan konservasi perairan maupun daratan.    Secara keseluruhan kawasan lindung memberikan kontribusi sebesar 43,97% terhadap luas Provinsi Papua Barat.  Kawasan lindung telah dikembangkan sebagai kawasan pariwisata yang sangat tinggi keunggulannya dibanding dengan kawasan lain di Indonesia.  Beberapa kawasan Lindung yang memiliki keunggulan komparatif tinggi sebagai kawasan pariwisata di Papua Barat adalah Raja Ampat, Teluk Triton di Kabupaten Kaimana, dan Cagar Alam Pegunungan Arfak di Kabupaten Pegunungan Arfak.

Kawasan lindung Teluk Triton Kaimana, Raja Ampat dan Pegunungan Arfak merupakan kawasan-kawasan yang memiliki potensi ekowisata yang sangat tinggi dimana di dalamnya hidup orang asli Papua (OAP) yang jumlahya mencapai 54% dari jumlah penduduk secara keseluruhan. Pengembangan Pariwisata di Raja Ampat, Teluk Triton, dan Pegunungan Arfak telah memberikan pengaruh terhadap kehidupan masyarakatnya.  Perubahan dalam aspek sosial, budaya dan ekonomi masyarakat sebagai akibat konservasi sumberdaya alam dan habitat, serta kegiatan periwisata telah memberikan manfaat yang terus membawa perubahan dalam kehidupan OAP.   Namun bagaimana perubahan yang telah terjadi dalam kehidupan OAP sebagai konsekuensi keterlibatan dalam aktivitas pariwisata baik secara ekonomi maupun sosial budaya perlu dikaji.  Studi ini dilakukan di Raja Ampat, Teluk Triton, dan Cagar Alam Pegunungan Arfak.

Tujuan

  1. Menganalisis perubahan kondisi ekonomi Orang Asli Papua (OAP) di kawasan lindung dan Pariwisata Raja Ampat, Teluk Triton, dan Pegunungan Arfak.
  2. Menganalisis perubahan kondisi sosial budaya di kawasan lindung dan Pariwisata Raja Ampat, Teluk Triton, dan Pegunungan Arfak.

 Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni – November 2019 bertempat di tiga lokasi(site) yakni   kawasan lindung Raja Ampat, Kawasan lindung Kaimana (Teluk Triton), dan Kawasan lindung Pegunungan Arfak. Populasi sasaran dari penelitian ini adalah masyarakat Kampung di lokasi sasaran terpilih dengan kriteria bahwa kampung tersebut memiliki jumlah kunjungan wisata yang paling tinggi dengan mempertimbangkan aktifitas ekonomi masyarakat lokal (OAP) sebagai pelaku pariwisata. Penentuan responden tersebut berdasarkan alasan bahwa pemilik usaha, pekerja, dan pengelola di bidang Pariwisata merupakan Orang Asli Papua (OAP) yang terlibat dalam penyelenggaraan pariwisata berbasis masyarakat sehingga dapat memberikan data yang relevan mengenai dampak ekonomi dan Sosial dengan adanya Pariwisata.

Pendekatan kualitatif diperoleh melalui wawancara mendalam kepada informan. Informan dipilih dengan menggunakan metode snowball. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari kuesioner dan wawancara mendalam, kuesioner yang ditujukan kepada responden, dan informan.  Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen yang terkait dengan data- data mengenai topik penelitian yang didapatkan dari studi literatur yang berkaitan dengan tujuan penelitian seperti buku teks, artikel, skripsi, tesis, karya ilmiah, serta arsip/dokumen Pemerintah Daerah, Nasional maupun Literatur lainnya.

Data kuantitatif yang diperoleh pada penelitian ini diperoleh merupakan data hasil kuesioner responden yang diolah secara tabulasi dan dianalisa secara  deskriptif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk memberikan penguatan dari data yang diperoleh melalui wawancara mendalam dan pengamatan. Gabungan data tersebut diolah dan dianalisis dengan disajikan dalam bentuk teks naratif, grafik, tabel, column chart atau bagan, kemudian ditarik kesimpulan dari semua data yang telah diolah.

Hasil dan Pembahasan

Manfaat Kawasan Konservasi Perairan dan Daratan

Secara keseluruhan manfaat  kawasan konservasi perairan dan daratan dinilai berdasarkan beberapa aspek berikut :

  • Perkerjaan Utama
  • Pendidikan
  • Aset rumah tangga
  • Ketahanan Pangan
  • Aspek Budaya
 Manfat   Bisnis Pariwisata
Dampak Pariwisata Raja Ampat
Pekerjaan Utama

Cukup banyak rumah tangga (32,65%) yang berkecimpung dalam usaha ekowisata.  Namun demikian hanya sebagian kecil rumah tangga (8,33%) yang mengandalkan usaha ekowisata sebagai sumber utama untuk penghidupan mereka. Sebagian besar rumah tangga masih mengandalkan perikanan sebagai kegiatan utama untuk menghidupi keluarga (45,83%).  Menarik bahwa meskipun sebagian besar wilayah darat Kepulauan Raja Ampat adalah cagar alam, terdapat rumah tangga yang mengandalkan usaha kehutanan sebagai mata pencaharian utama, yaitu pembalakan dan operator chainsaw.

Di antara responden yang belum berusaha di bidang ekowisata, lebih dari separuhnya (54%) menyatakan minat untuk berkecimpung dalam usaha ekowisata.  Sebagian besar (61,54%) rumah tangga menyatakan bahwa modal merupakan kendala yang menyebabkan mereka belum memulai ekowisata.  Rumah tangga lainnya menyatakan alasan yang bervariasi sebagai kendala belum mulai usaha, antara lain ketiadaan tempat usaha untuk homestay, tidak memiliki pengetahuan pemasaran, dan sebagian besar sisanya tidak dapat mengemukakan alasan.  Sebagian besar (46,15 %) dari yang berminat berusaha ekowisata menyatakan bahwa usaha ekowisata menjanjikan penghasilan yang banyak dalam waktu singkat, 30,77% di antaranya menyatakan usaha ekowisata sebagai upaya konservasi alam dan budaya.

Aset Penghidupan OAP Raja Ampat

 Modal Alam : Terumbu karang yang sehat merupakan modal alam yang penting bagi penduduk yang bermata pencaharian utama sebagai nelayan, selain itu tingginya keanekaragaman hayati merupakan modal alam yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan ekoswisata.

  1. Modal fisik : rumah dan aset rumah tangga lainnya

Hampir separuh (41,07%) dari responden memiliki rumah yang masuk dalam kategori rumah permanen.  Proporsi responden yang memiliki rumah non-permanen masih cukup besar, sekitar hampir seperempatnya (23,21%).   Kelompok responden yang banyak memiliki rumah yang termasuk kategori non-permanen adalah para pemandu wisata (36,84% dari para pramuwisata). Sebagian besar (75,00%) responden memiliki rumah yang dibangun di atas tanah, sisanya berupa rumah panggung di atas tanah dan panggung di atas air.   Sebagian responen memiliki rumah berlantai semen (69,64%), sedangkan rumah-rumah panggung berlantai papan.  Hampir separuh dari responden (48,21%) memiliki rumah berdinding tembok. Masih terdapat responden yang memiliki rumah dengan dinding dari atap rumbia (10,71%), yang umumnya berupa rumah rumah panggung di atas tanah atau di atas air.

Aset rumah tangga non-usaha yang dimiliki oleh responden dikategorikan menjadi meubel, perabot rumah tangga, alat dapur, elektronik penerangan, sanitasi, dan kendaraan. Rata-rata nilai aset rumah tangga non-usaha yang dimiliki oleh responden berkisar antara Rp 12.510.000, – sampai Rp 118.680.000, dengan rata-rata Rp 14.722.000, -.  Kepemilikan aset rumah tangga non-usaha rata-rata kelompok usaha ekowisata usaha operator speed boat dan kelompok pemandu wisata hampir sama, masing-masing kurang lebih Rp 21.000.000, – dan Rp 20.000.000, -, dan lebih tinggi dari kelompok lainnya, yakni rumah tangga kampung dan usaha homestay.  Responden rumah tangga di kampung memiliki aset rumah tangga non-usaha terkecil, rata-rata sekitar Rp 6.000.000, –

 Terdapat juga aset usaha yang dikelompokkan menjadi sarana usaha, alat dan perlengkapan usaha, bangunan, dan barang dagangan. Besar keluarga rumah tangga responden antara 1 sampai 8 orang per keluarga, dengan rata-rata 4 orangs per keluarga.  Anggota keluarga perempuan (54%) lebih banyak dibanding anggota keluarga laki-laki (46%).

Aset ekonomi (finansial) dimaksud disini adalah akses terhadap ekonomi, hasilnya dari pemanfaatan akses, dan pemanfaatan hasil tersebut.  Akses terhadap ekonomi antara lain lapangan kerja, akses terhadap bantuan, dan akses terhadap kredit.  Hasil dari akses ekonomi adalah arus pendapatan.  Pemanfaatan arus pendapatan antara lain untuk kebutuhan primer, sekunder, tersier, tabungan, dan investasi.

 Pendapatan OAP

Pendapatan pegawai usaha ekowisata berasal dari upah/gaji, sedangkan pendapatan usaha ekowisata berasal dari penjualan jasa usaha ekowisata. Arus pendapatan OAP dari ekowisata menurut jenis usaha ekowisata disajikan pada Tabel berikut.

Tabel   Pendapatan usaha OAP per tahun dari usaha ekowisata dan non-ekowisata (dalam ribuan rupiah)

Sumber: data ketenagakerjaan, wawancara responden, dan wawancara informan kunci

Ekowisata dapat bermanfaat bagi OAP di sektor lain di luar pariwisata jika operator ekowisata memenuhi kebutuhan produksi dengan membeli dari OAP.

Aliran pendapatan di luar usaha ekowisata yang diterima OAP dari homestay dan resort hampir sama besar, yakni hampir mencapai Rp 1 milyar setahun.  Komponen penerimaan yang besar dari homestay adalah pungutan spot wisata, sedangkan komponen penerimaan terbesar yang diterima oleh OAP dari resort adalah kontrak konsesi hak ulayat untuk membangun resort.  Liveboard menyumbangkan penerimaan luar usaha yang kecil bagi OAP, karena jarang bersentuhan dengan komunitas lokal di kampung.

Pemanfaatan arus pendapatan

Sebaran alokasi pengeluaran di luar usaha tidak sama diantara kelompok responden.  Kelompok pramuwisata memiliki sebaran alokasi yang berbeda, di mana proporsi pengeluaran untuk kebutuhan sekunder (46,54%) lebih besar dibanding untuk kebutuhan primer (23,19%), bahkan proporsi pengeluaran untuk kebutuhan tersier (29.45%) lebih besar dibanding untuk kebutuhan primer

Modal Sosial

  Pada umumnya responden berpendapat bahwa norma dan aturan adat serta keagamaan tidak mengalami perubahan. Namun demikian, responden umumnya berpendapat bahwa konfliik lebih sering terjadi, terutama konflik pemanfaatan hak ulayat untuk usaha ekowisata, atau konflik pemanfaatan sumber daya alam dalam ekowisata (konflik di spot wisata).

Manfaat ekowisata yang adil (equitable)

Manfaat yang adil (equitable) dari ekowisata bagi OAP diukur dari kepuasan terhadap industry ekowisata dan tatakelola ekowisata.  Kepuasan terhadap industry ekowisata dan tatakelola diukur dengan melihat persepsi terhadap aspek-aspek dari industry ekowisata dan tatakelola ekowisata.  Pada umumnya responden merasa puas terhadap industry ekowisata, dalam hal penciptaan lapangan kerja, lapangan berusaha, konservasi alam dan budaya, dan rendahnya ancaman terhadap norma sosial dan adat.  Namun demikian responden memiliki persepsi bahwa wisatawan asing kurang memberikan manfaat bagi OAP yang tinggal di kampung dibanding wisatawan domestik Selain itu, manfaat industry ekowisata kurang adil, baik antar OAP maupun antara OAP dengan non-OAP. Kurangnya pemerataan (equitability) manfaat ekowisata bagi OAP dapat dilihat dari dua segi, yang pertama berdasarkan sebaran aset usaha dan pendapatan di antara sesama operator ekowisata, dan berdasarkan aliran manfaat dari usaha ekowisata kepada sektor di luar ekowisata.

 Dampak Pariwisata Kaimana
Konteks kerentanan

Pola kunjungan wisatawan ke kawasan ekowisata Teluk Triton dipengaruhi oleh iklim.  Musim ramai terjadi ketika kondisi perairan relatif tenang sehingga aman bagi kegiatan ekowisata yang bertema wisata bahari.  Meskipun kunjungan wisatawan ke Teluk Triton tumbuh secara dramatis dalam lima tahun terakhir, ada kecenderungan pertumbuhan kunjungan wisatawan yang menurun.  Kecenderungan penurunan pertumbuhan kunjungan wisatawan di kawasan ekowisata Teluk Triton bertolak belakang dengan kecenderungan pertumbuhan kunjungan wisata dunia yang pertumbuhannya mengalami kenaikan. Pertumbuhan kunjungan wisatawan ke Asia-Pasifik bahkan yang tertinggi dibanding ke kawasan lain (Rui, 2018).

Ekowisata Teluk Triton juga rentan terhadap guncangan kunjungan wisata.  Kunjungan wisatawan ke Teluk Triton pada Tahun 2015 mengalami penurunan (pertumbuhan negative).  Guncangan dapat disebabkan oleh faktor di tempat tujuan maupun di negara asal wisatawan.  Perubahan iklim merupakan isu external yang dapat berdampak serius kepada industri ekowisata.  Perubahan iklim seperti pemanasan global dapat menyebabkan kerusakan terumbu karang yang merupakan sumber daya yang menjadi modal dasar ekowisata bagi OAP.

 Strategi Penghidupan

Di antara responden yang diwawancarai hanya terdapat satu orang (7%) yang berkecimpung dalam bidang ekowisata, yaitu sebagai pemandu wisata, sebagai mata pencaharian sampingan.  Mata pencaharian utama dari semua responden adalah nelayan dengan mata pencaharian sampingan sebagai petani kebun untuk mengisi kegiatan pada musim ombak.  Hal tersebut menggambarkan rendahnya ketergantungan komunitas lokal kepada ekowisata.  Namun demikian, sebagian besar (71,43%) responden menyatakan niat untuk berkecimpung dalam usaha ekowisata.  Alasan yang mendorong minat usaha ekowisata antara lain sebagai tambahan pendapatan (40%), memperkenalkan Teluk Triton kepada dunia (40%) dan sisanya dengan alasan konservasi (20%).  Sebagian besar responden (40%) menyatakan bahwa kendala yang dihadapi sehingga belum memulai usaha ekowisata adalah belum adanya perhatian pemerintah.  Hanya 20% yang menyatakan modal sebagai kendala untuk memulai usaha ekowisata.  Yang perlu mendapat perhatian adalah ada di antara responden yang menyatakan bahwa kendala yang dihadapinya sehingga belum memulai usaha ekowisata adalah adanya konflik hak ulayat terhadap kawasan ekowisata.  Sebagian besar (60%) responden yang berminat berkecimpung dalam usaha ekowisata menyatakan jenis usaha yang diminati adalah usaha homestay.  Sisanya berminat untuk menyediakan layanan jasa speedboat.  Sebagian besar responden (50%) menyatakan niatnya untuk memilih usaha yang diminatinya dengan alasan coba-coba.  Alasan lain untuk memilih jenis usaha yang diminati adalah adanya fasilitas atau lokasi, sedangkan sisanya memilih jenis usaha dengan alasan ada keahlian dan ada potensi usaha yang besar dari jenis usaha bersangkutan.

Aset penghidupan OAP Kaimana
  1. Modal Alam : Kawasan ekowisata Teluk Triton memiliki keragaman ekosistem dan kaya akan keragaman hayati. Ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang masih dalam kondisi baik.  Terdapat 471 jenis karang, 1.000 jenis ikan karang, empat jenis lumba-lumba, paus Bryde’s, dugong, penyu sisik dan penyu hijau di kawasan ini.  Selain sebagai potensi perikanan, keragaman ekosistem dan keanekaragaman hayati di kawasan ini merupakan modal alam bagi ekowisata di kawasan Teluk Triton.   Sebagaimana halnya di wilayah lain di Papua, penguasaan sumber daya alam secara tradisional juga berlaku di kawasan ekowisata Teluk Triton.  Kawasan Teluk Triton dikuasai oleh tiga pertuanan, yaitu marga Kamakaula di Kampung Aiduma, marga Kastela (Forgens) di Kampung Triton, dan marga Sanggei di Kampung Namatota. Teluk Triton juga memiliki modal alam berupa situs-situs bersejarah, antara lain lukisan dinding batu dan gua tengkorak.   Sebagian besar (85,71%) responden mengusahakan kebun untuk tambahan pendapatan dan sumber penghasilan jangka panjang.  Luas kebun yang dimiliki responden berkisar antara 0,1 Ha sampai 6 Ha, dengan rata-rata 1,37 Ha.  Sebagian besar responden yang memiliki kebun mengusahakan lebih dari satu jenis tanaman.  Hanya 21% responden yang menerapkan monokultur.  Jenis-jenis tanaman yang diusahakan diuraikan pada uraian modal fisik.
  2. Modal Fisik: Semua responden (92,86%) memiliki rumah yang berdiri di atas tanah, hampir semuanya rumah yang masuk dalam kategori rumah permanen, dengan lantai semen, dinding tembok, dan atap seng atau asbes. Semua reponden memiliki rumah yang dibangun secara swadaya. Aset rumah tangga non-usaha yang dimiliki oleh responden dikategorikan menjadi meubel, perabot rumah tangga, alat dapur, elektronik penerangan, sanitasi, dan kendaraan.  Nilai aset rumah tangga non usaha responden berkisar antara Rp 600.000 sampai Rp 32,500,000, dengan rata-rata Rp 11,436,429.  Proporsi terbesar nilai aset rumah tangga responden adalah perabot rumah tangga, yakni sebesar 54%.  Proporsi aset rumah tangga non-usaha yang dimiliki responden.  Sumber pendapatan utama komunitas lokal di kawasan ekowisata Teluk Etna adalah usaha perikanan, dengan usahatani tanaman perkebunan sebagai sumber mata pencaharian sampingan untuk mengisi waktu pada saat musim angin atau ombak.
  3. Aset Ekonomi (finansial): Tenaga kerja OAP di kawasan ekowisata Teluk Triton yang bekerja di homestay dan resort berjumlah masing-masing 18 orang dan 10 orang. Belum ada catatan jumlah OAP di kawasan ekowisata Teluk Triton yang berusaha dalam bidang ekowisata seperti pemandu wisata, pemandu selam, ekskursi dan kerajinan. Tampak bahwa pendapatan dari kegiatan pemandu wisata menghasilkan pendapatan hampir tiga kali lipat rata-rata pendapatan nelayan.   Pendapatan OAP yang diperoleh dari tariff masuk wisata mencapai Rp 200.000.000 per tahun.  Semua nelayan menjual ikannya ke perusahaan, sehingga aliran manfaat ekowisata bagi komunitas lokal yang berkecimpung di luar usaha ekowisata tidak dapat diperkirakan.  Satu buah resort yang beroperasi di kawasan ekowisata Teluk Triton merupakan usaha kemitraan dengan komunitas lokal dengan pola bagi hasil sesuai saham, dan bukan sewa konsesi.  Dengan demikian tidak terdapat aliran pendapatan berupa sewa konsesi.  Pendapatan di luar usaha yang terkait ekowisata seperti donasi atau pungutan di spot wisata selain tariff masuk juga tidak ada.
  4. Modal Sosial: Norma dan aturan adat terutama yang mengatur penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam di kawasan Ekowisata Teluk Triton masih berlaku. Hampir semua responden menyatakan bahwa tidak terjadi perubahan norma sosial, aturan adat, dan hubungan sosial antar anggota komunitas lokal. Norma sosial dan aturan adat tetap kuat dan dihormati, hubungan sosial antara anggota komunitas lokal tetap harmonis dan tidak terjadi konflik penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam dengan adanya perkembangan ekowisata di kawasan Teluk Triton.  Kerjasama antar komunitas lokal misalnya kerja bakti di kampung atau kerja bakti di masjid.  Sebagian kecil responden (21%) menyatakan adanya pelemahan norma dan aturan adat, serta terjadi konflik penguasaan dan pemanfaatan hak ulayat dalam pemanfaatan kawasan Teluk Triton untuk ekowisata.  Informan kunci menyatakan bahwa terjadi sengketa batas wilayah petuanan yang dikaitkan dengan obyek daya tarik wisata di dalamnya (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kaimana, 2018).  Belum ada asosiasi ekowisata yang menjadi wadah bagi komunitas lokal di kawasan Teluk Triton untuk memainkan peran dalam tatakelola ekowisata, untuk kerjasama usaha ekowisata dan untuk meningkatkan kapasitas dalam usaha ekowisata.  Pokdarwis telah terbentuk dan mendapat fasilitasi dari Pemda Kabupaten Kaimana namun belum berjalan dengan baik.
Dampak Pariwisata  Pegunungan Arfak
Strategi penghidupan rumah tangga

Sebagian besar (67%) mengandalkan pertanian sebagai mata pencaharian utama.  Sekitar 18% berusaha dalam pariwisata sebagai pencaharian utama.  Secara keseluruhan sekitar 26% responden terlibat dalam ekowisata, baik sebagai pencaharian utama maupun sampingan.

 Aset penghidupan OAP Pegunungan Arfak
  1. Modal Alam: kawasan ini memiliki bentag alam, tipe ekosistem dengan keanekaragama hayati yang tinggi, dan tumbuhan serta satwa endemik. Kebun kisaran 0.01 Ha sampai 2.00 Ha, rata-rata 0.74 Ha. Cagar Alam Pegunungan Arfak menyimpan habitat flora dan fauna yang endemik dan unik. Wisatawan dapat menyaksikan keunikan habitat dan tingkah laku hewan seperti Burung Namdur Polos atau Burung pintar, Burung Cenderawasih Arfak dan Kupu-Kupu sayap burung. Selain keunikan tingkah laku dan keindahan fauna, wilayah ini juga menyimpan keunikan flora khas seperti angrek irian, bunga gladiol dan kekayaan ikan air tawar dan kesejukan alam pegunungan.
  2. Modal fisik: Sebagian besar rumah yang dimiliki responden adalah rumah permanen (85,19%) yang berdiri di atas tanah dengan lantai semen 96,30, berdinding tembok (85%) dan atap seng atau asbes. 70% merupakan bantuan dan 30% pengadaan pribadi. Aset rumah tangga berkisar antara Rp 300.000, – sampai Rp 41.100.000, – dengan rata-rata nilai aset rumah tangga sebesar Rp 4.380.000, -. Sebagian besar aset rumah tangga berbentuk perabot rumah tangga (41,26%).  Sebaran aset rumah tangga responden untuk usaha memiliki nilai mencapai Rp 19.855.000, dengan rata-rata Rp 1.434.259.  Ada seorang responden memiliki sarana usaha berupa mobil senilai Rp 170.000.000.  Selain pengusaha transportasi tersebut, sebaran aset usaha milik responden bersarkan jenisnya:  parang, pacul sekop senter. Responden yang memiliki ternak berjumlah 3 orang (11%), jenis ternak babi yang banyak dimiliki oleh responden.  Sebagian besar responden mengusahakan tanaman sayuran baik sebagai
  3. Aset ekonomi (finansial): Lapangan kerja home stay 3 orang, porter 40 orang, kayu bakar 20 orang, cindera mata 2 orang, pemandu wisata 3 orang, penyedia pondok pengamatan 2 orang dengan pendapatan rata-rata ekowisata Rp. 48.650. Pendapatan di luar ekowisata berkisar dari Rp 18.000.000 – Rp 42.000.000 hanya pegawai 5 orang, rata-rata Rp 30.480.000. Pengeluaran rumah tangga di luar usaha Rp 6.000.000 sampai Rp 36.000.000, dengan rata-rata Rp 18.013.333. Sebagian besar pengeluaran ditujukan untuk memenuhi kebutuhan primer.
  4. Modal Sosial: Seni budaya, cindera mata, rumah kaki seribu tetap dipertahankan. Belum ada asosiasi ekowisata. Semua menyatakan tidak ada perubahan norma sosial dan adat, hubungan antar anggota komunitas, kerjasama dan keagamaan. Aspek-aspek tersebut kuat dan masih kuat saat sekarang. Namun demikian, sebagian besar menyatakan konflik kadang-kadang terjadi, yang semula tidak pernah terjadi.  Puas dengan usaha ekowisata yang ada.

Kesimpulan Dan Rekomendasi

Kesimpulan
  1. Eksistensi kawasan konservasi perairan dan daratan di Kaimana, Raja Ampat dan Pegunungan Arfak telah memberikan manfaat secara ekonomi maupun sosial budaya bagi orang Asli Papua dan menggerakan ekonomi lokal, namun belum memenuhi unsur pemerataan  pada setiap kampung dan  spot-spot ekowisata.
  2. Aset penghidupan OAP di kawasan-kawasan lindung tersebut terutama aset alam masih terjaga dengan baik karena adanya norma dan aturan-aturan adat yang kuat
  3. Aset penghidupan berupa aset fisik, aset sumberdaya manusia, aset sosial dan aset finansial pada setiap lokasi studi bervariasi dalam jumlah dan kualitas serta memberikan manfaat yang relatif masih kecil dalam peningkatan kapasitas hidup OAP
  4. Ekowisata Raja Ampat dengan aset fisik berupa home stay telah memberikan manfaat langsung dan tidak langsung bahkan manfaat ikutan bagi OAP dan non OAP baik dari sisi ekonomi maupun sosial budaya
  5. Dari sisi tata kelola kajian ini menggambarkan bahwa aparat Pemerintah bukan aktor tunggal dalam tatakelola pariwisata sehingga manajemen kolaboratif sangat diperlukan.

Rekomendasi

Rekomendasi untuk Raja Ampat:
  • Pengaktifan forum tatakelola ekowisata untuk mengembangkan tatakelola ekowisata yang efektif meningkatkan manfaat ekowisata, terutama liveboard dan resort bagi OAP
  • Peningkatan akses pasar bagi pelaku wisata OAP di kawasan Misool dan Kofiau
  • Meningkatkan kapabilitas pengusaha homestay untuk memberikan layanan kelas resort untuk mencegah tumbuhnya wisata masal.
  • Membangun kaitan ekonomi antara ekowisata dengan sektor ekonomi lain, terutama pertanian, agar komunitas lokal yang tidak terlibat langsung dalam ekowisata juga mendapat manfaat ekowisata. Pelibatan OPD lain dalam perencanaan terintegrasi untuk mempersiapkan sektor lain seperti pertanian agar mampu memasok produk ke usaha ekowisata.  Homestay dapat menjadi tahap awal sasaran pasar produk pertanian.
  • Mengevaluasi tatakelola tariff masuk wisata agar Kabupaten Raja Ampat memperoleh bagian retribusi untuk belanja pengelolaan ekowisata, sekaligus mengevaluasi mekanisme penyaluran dan alokasi dana masyarakat dari tariff masuk wisata
Rekomendasi untuk Teluk Triton:
  • Membangun forum tatakelola yang melibatkan para pemangku kepentingan ekowisata untuk merumuskan kebijakan dan strategi guna mengatasi kecenderungan pertumbuhan wisatawan yang menurun
  • Membangun sistem pencatatan  kunjungan wisata untuk dasar perencanaan pengembangan ekowisata
  • Menelaah kemungkinan memberikan dasar hukum bagi mekanisme pemungutan tariff masuk wisata yang sekarang berlangsung, sekaligus memungut retribusi bagi Pemda Kabupaten Kaimana.
  • Pemerintah menginisiasikan pemetaan hak-hak petuanan yang akan didorong menjadi PERDA pengakuan hak.
Rekomendasi untuk Pegunungan Arfak:
  • Meningkatkan aset fisik pengusaha ekowisata untuk memberikan layanan standar kepada wisatawan;
  • Membentuk forum tatakelola yang melibatkan para pemangku kepentingan ekowisata untuk merumuskan kebijakan dan strategi untuk memacu pertumbuhan pariwisata di Kabupaten Pegaf
  • Pemerintah daerah memdorong percepatan aksesibilitas ke kawasan-kawasan ekowisata potensial dan unggulan
Facebook
Twitter
LinkedIn